Sintang, Senentang.id - Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yosepha Hasnah, turut mendampingi kunjungan kerja (Kunker) Bupati Sintang, H. Jarot Winarno, untuk menghadiri kegiatan Temu Lapangan Kelompok Tani Kecamatan Sungai Tebelian dan Dedai, di Kebun Kelompok Tani Subur Makmur, Jalan Lintas Dedai, Dusun Gurung Kempadik, RT 01 RW 04, Desa Gurung Kempadik, Kecamatan Sungai Tebelian, Senin (3/10/2022).Penanaman secara simbolis bibit cabai oleh Bupati Sintang, Jarot Winarno dan Sekda, Yosepha Hasnah. Foto:pkm
Kegiatan tersebut juga di rangkaikan dengan penanaman secara simbolis bibit cabai oleh Bupati, Sekda dan rombongan. Pada saat dialog, para petani mengeluhkan kelangkaan pupuk di daerahnya.
Menanggapi Keluhan petani soal pupuk diakui Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Yosepha Hasnah, tidak hanya dirasakan kelompok tani di Sungai Tebelian, tapi juga kecamatan lain.
"Keluhan para petani utamanya memang pupuk subsidi di mana-mana hampir semua kecamatan, mengeluh kurangnya pupuk subsidi," ujar Yosepha.
Yosepha mengapresiasi Kelompok Tani Subur Makmur yang tidak hanya berfokus pada pertanian holtikultura, tapi juga merambah ke peternakan. Menurutnya, kotoran ternak tersebut bisa diolah menjadi pupuk kompos.
"Mudah mudahan kedepan misalnya sulit mendapatkan pupuk subsidi, kalau ada bibit sapi atau kambing bisa menghasilkan kotoran diolah jadi pupuk. Para petani bisa membuat pupuk sendiri tidak bergantung pada kotoran ayam, jauh dari Singkawang. Tapi emang tidak ada solusi lain karena memang pupuk subsidi sulit didapatkan, dan non subsidi sangat mahal," harap Yosepha Hasnah.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Ellisa Gultom menyebut pupuk subsidi menjadi masalah nasional, bukan hanya di Kabupaten Sintang.
Hal itu disebabkan karena proses produksi pupuk masih banyak membeli dari luar.
"Jenis-jenis pupuk tidak semua ada di kita. Nah punya lengkap ada di Rusia dan ukraina, ini masalahnya. Mereka sendiri sedang menahan sehingga harganya mahal," ungkapnya.
Mentri Pertanian, kata Gultom, mengintruksikan agar petani menggunakan kearifan lokal dengan pupuk kompos untuk menyiasati mahalnya pupuk non subsidi. Selain murah, pupuk kompos juga bahannya mudah.
"Bahan sangat tersedia, hanya dibutuhkan sedikit kerja ekstra. Mengharapkan pupuk kimia, 3 tahun kedepan sangat sulit. Kalau ada non subsidi harganya luar biasa. Mahkota per karung Rp700.000, dulu Rp300.000. Sudah ndak masuk. Ini miris," ujar Gultom. (pkm)