Sintang, Kalbar (Senentang.id) - Di dalam upaya penanganan penambangan emas tanpa izin (PETI), beberapa instansi terkait di Sintang sepakat untuk menerapkan pembatasan dibanding melakukan penegakkan hukum, Jumat (7/5/2021).
Seperti disampaikan Kapolres Sintang, AKBP Ventie Bernard Musak, penegakan hukum terhadap aktivitas PETI merupakan upaya terakhir untuk dilakukan.
“Setiap penegakan hukum, ternyata tidak memberikan solusi yang permanen. Tidak semua PETI bisa ditindak karena terlalu banyak PETI di Kabupaten Sintang,” ucapnya.
Dari 14 kecamatan di Kabupaten Sintang, sebelas kecamatan di antaranya ditemukan adanya aktivitas PETI.
Ia menyampaikan kesetujuannya untuk dilakukan pembatasan
atas aktivitas PETI, seperti yang diusulkan Pemkab Sintang melalui skema
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
“Dalam penegakan hukum atas aktivitas PETI ini, kami tidak mau ada terjadi konflik,” ujarnya.
Menurutnya, aktivitas PETI berakibat pada rusaknya lingkungan aliran sungai, seperti rusaknya ekosistem sungai dan hutan. Kemudian diingatkan dia, juga menyebabkan bencana seperti erosi, longsor, serta banjir.
“Bila dibiarkan dan tidak dikendalikan, maka akan menjadi bola liar. Maka perlu dibatasi dan dikendalikan. Tentunya hal ini harus didukung oleh aemua pihak, sehingga menjadi kesepakatan bersama, jika tidak maka kami sebagai aparat penegak hukum hanya bisa memandang dari sisi aturan hukum yang ada,” tambahnya.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sintang Porman Patuan Radot menyampaikan bahwa keadaan Kabupaten Sintang dalam hal aktivitas PETI memang perlu adanya pembatasan. Pembatasan yang dimaksud dia semisal pembatasan soal alat yang digunakan.
“Kalau hanya untuk rakyat kecil, maka alat juga dibatasi. Pemerintah daerah harus mengatur ini. Pertambangan berizin tetapi cara penambangan liar, juga tidak boleh. Pelarangan mercury di sungai juga bagus. Kebijakan Pemda Sintang kami dukung untuk kebaikan Sintang,” pungkasnya.